penilaian tingkat kesehatan bank umum
Tingkat
Kesehatan Bank
Pengertian Tingkat Kesehatan Bank
Secara sederhana dapat dikatakan
bahwa bank yang sehat adalah bank yang dapat menjalankan fungsi-fungsinya
dengan baik. Dengan kata lain, bank yang sehat adalah bank yang dapat menjaga
dan memelihara kepercayaan masyarakat, dapat menjalankan fungsi intermediasi,
dapat membantu kelancaran lalu lintas pembayaran serta dapat digunakan oleh
pemerintah dalam melaksanakan berbagai kebijakannya, terutama kebijakan
moneter. Dengan menjalankan fungsi-fungsi tersebut diharapkan dapat memberikan
pelayanan yang baik kepada masyarakat serta bermanfaat bagi perekonomian secara
keseluruhan.Untuk dapat menjalankan fungsinya dengan baik, bank harus mempunyai modal
yang cukup, menjaga kualitas asetnya dengan baik, dikelola dengan baik dan
dioperasikan berdasarkan prinsip kehati-hatian, menghasilkan keuntungan yang
cukup untuk mempertahankan kelangsungan usahanya, serta memelihara
likuiditasnya sehingga dapat memenuhi kewajibannya setiap saat. Selain itu, suatu
bank harus senantiasa memenuhi berbagai ketentuan dan aturan yang telah
ditetapkan, yang pada dasarnya berupa berbagai ketentuan yang mengacu pada
prinsip-prinsip kehati-hatian di bidang perbankan.
Penilaian tingkat kesehatan bank di
Indonesia sampai saat ini secara garis besar didasarkan pada faktor CAMEL
(Capital, Assets Quality, Management, Earning dan Liquidity). Seiring dengan
penerapan risk based supervision, penilaian tingkat kesehatan juga memerlukan
penyempurnaan. Saat ini BI tengah mempersiapkan penyempurnaan sistem penilaian
bank yang baru, yang memperhitungkan sensitivity to market risk atau risiko
pasar. Dengan demikian faktor-faktor yang diperhitungkan dalam system baru ini
nantinya adalah CAMEL. Kelima faktor tersebut memang merupakan faktor yang
menentukan kondisi suatu bank. Apabila suatu bank mengalami permasalahan pada
salah satu faktor tersebut (apalagi apabila suatu bank mengalami permasalahan
yang menyangkut lebih dari satu faktor tersebut), maka bank tersebut akan
mengalami kesulitan.
Sebagai contoh, suatu bank yang mengalami masalah likuiditas (meskipun bank
tersebut modalnya cukup, selalu untung, dikelola dengan baik, kualitas aktiva
produktifnya baik) maka apabila permasalahan tersebut tidak segera dapat
diatasi maka dapat dipastikan bank tersebut akan menjadi tidak sehat. Pada
waktu terjadi krisis perbankan di Indonesia sebetulnya tidak semua bank dalam
kondisi tidak sehat, tetapi karena terjadi rush dan mengalami kesulitan
likuiditas, maka sejumlah bank yang sebenarnya sehat menjadi tidak sehat.
Meskipun secara umum faktor CAMEL
relevan dipergunakan untuk semua bank, tetapi bobot masing-masing faktor akan
berbeda untuk masing-masing jenis bank. Dengan dasar ini, maka penggunaan
factor CAMEL dalam penilaian tingkat kesehatan dibedakan antara bank umum dan
BPR. Bobot masing-masing faktor CAMEL untuk bank umum dan BPR ditetapkan
sebagai berikut :
Tabel Bobot
CAMEL
Perbedaan penilaian tingkat
kesehatan antara bank umum dan BPR hanya pada bobot masing-masing faktor CAMEL.
Pelaksanaan penilaian selanjutnya dilakukan sama tanpa ada pembedaan antara
bank umum dan BPR. Dalam uraian berikut, yang dimaksud dengan penilaian bank
adalah penilaian bank umum dan BPR.
Dalam melakukan penilaian atas
tingkat kesehatan bank pada dasarnya dilakukan dengan pendekatan kualitatif
atas berbagai faktor yang berpengaruh terhadap kondisi dan perkembangan suatu
bank. Pendekatan tersebut dilakukan dengan menilai faktor-faktor permodalan,
kualitas aktiva produktif, manajemen, rentabilitas dan likuiditas.
Pada tahap awal penilaian tingkat
kesehatan suatu bank dilakukan dengan melakukan kuantifikasi atas komponen dari
masing-masing factor tersebut. Faktor dan komponen tersebut selanjutnya diberi
suatu bobot sesuai dengan besarnya pengaruh terhadap kesehatan suatu bank.
Selanjutnya, penilaian faktor dan
komponen dilakukan dengan system kredit yang dinyatakan dalam nilai kredit
antara 0 sampai 100. Hasil penilaian atas dasar bobot dan nilai kredit
selanjutnya dikurangi dengan nilai kredit atas pelaksanaan ketentuan-ketentuan
yang lain yang sanksinya dikaitkan dengan tingkat kesehatan bank.
Berdasarkan kuantifikasi atas
komponen-komponen sebagaimana diuraikan di atas, selanjutnya masih dievaluasi
lagi dengan memperhatikan informasi dan aspek-aspek lain yang secara materiil
dapat berpengaruh terhadap perkembangan masing-masing faktor. Pada akhirnya,
akan diperoleh suatu angka yang dapat menentukan predikat tingkat kesehatan
bank, yaitu Sehat, Cukup Sehat, Kurang Sehat dan Tidak Sehat.
Berikut ini penjelasan metode CAMEL :
Berikut ini penjelasan metode CAMEL :
1. Capital (Permodalan)
Kekurangan modal merupakan gejala
umum yang dialami bank-bank di negara-negara berkembang. Kekurangan modal
tersebut dapat bersumber dari dua hal, yang pertama adalah karena modal yang
jumlahnya kecil, yang kedua adalah kualitas modalnya yang buruk. Dengan
demikian, pengawas bank harus yakin bahwa bank harus mempunyai modal yang
cukup, baik jumlah maupun kualitasnya. Selain itu, para pemegang saham maupun
pengurus bank harus benar-benar bertanggung jawab atas modal yang sudah
ditanamkan.
Berapa modal yang cukup tersebut?
Pada saat ini persyaratan untuk mendirikan bank baru memerlukan modal disetor
sebesar Rp. 3 trilyun. Namun bank-bank yang saat ketentuan tersebut
diberlakukan sudah berdiri jumlah modalnya mungkin kurang dari jumlah tersebut.
Pengertian kecukupan modal tersebut tidak hanya dihitung dari jumlah
nominalnya, tetapi juga dari rasio kecukupan modal, atau yang sering disebut
sebagai Capital Adequacy Ratio (CAR). Rasio tersebut merupakan perbandingan
antara jumlah modal dengan aktiva tertimbang menurut risiko (ATMR). Pada saat
ini sesuai dengan ketentuan yang berlaku, CAR suatu bank sekurang-kurangnya
sebesar 8%.
Penilaian pendekatan kuantitatif dan
kualitatif faktor permodalan antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap
komponen-komponen sebagai berikut:
1) kecukupan pemenuhan Kewajiban
Penyediaan Modal Minimum (KPMM) terhadap ketentuan yang berlaku;
2) komposisi permodalan;
3) trend ke depan/proyeksi KPMM;
4) aktiva produktif yang
diklasifikasikan dibandingkan dengan modal Bank;
5) kemampuan Bank memelihara
kebutuhan penambahan modal yang berasal dari keuntungan (laba ditahan);
6) rencana permodalan Bank untuk
mendukung pertumbuhan usaha;
7) akses kepada sumber permodalan
dan kinerja keuangan pemegang saham untuk meningkatkan permodalan Bank.
2. Assets Quality (Kualitas Aset)
Dalam kondisi normal sebagian besar
aktiva suatu bank terdiri dari kredit dan aktiva lain yang dapat menghasilkan
atau menjadi sumber pendapatan bagi bank, sehingga jenis aktiva tersebut sering
disebut sebagai aktiva produktif. Dengan kata lain, aktiva produktif adalah
penanaman dana Bank baik dalam rupiah maupun valuta asing dalam bentuk
pembiayaan, piutang, surat berharga, penempatan, penyertaan modal, penyertaan
modal sementara, komitmen dan kontijensi pada transaksi rekening administratif.
Di dalam menganalisis suatu bank pada umumnya perhatian difokuskan pada
kecukupan modal bank karena masalah solvensi memang penting. Namun demikian,
menganalisis kualitas aktiva produktif secara cermat tidaklah kalah pentingnya.
Kualitas aktiva produktif bank yang sangat jelek secara implisit akan menghapus
modal bank. Walaupun secara riil bank memiliki modal yang cukup besar, apabila
kualitas aktiva produktifnya sangat buruk dapat saja kondisi modalnya menjadi
buruk pula. Hal ini antara lain terkait dengan berbagai permasalahan seperti
pembentukan cadangan, penilaian asset, pemberian pinjaman kepada pihak terkait,
dan sebagainya. Penilaian terhadap kualitas aktiva produktif di dalam ketentuan
perbankan di Indonesia didasarkan pada dua rasio yaitu:
1)Rasio Aktiva Produktif
Diklasifikasikan terhadap Aktiva
Produktif (KAP 1). Aktiva Produktif Diklasifikasikan menjadi Lancar, Kurang Lancar, Diragukan dan Macet. Rumusnya adalah :
Produktif (KAP 1). Aktiva Produktif Diklasifikasikan menjadi Lancar, Kurang Lancar, Diragukan dan Macet. Rumusnya adalah :
Penilaian rasio KAP dilakukan dengan
ketentuan sebagai berikut:
• Untuk rasio sebesar 15,5 % atau lebih diberi nilai kredit 0 dan
• Untuk setiap penurunan 0,15% mulai dari 15,49% nilai kredit ditambah 1 dengan maksimum 100.
• Untuk rasio sebesar 15,5 % atau lebih diberi nilai kredit 0 dan
• Untuk setiap penurunan 0,15% mulai dari 15,49% nilai kredit ditambah 1 dengan maksimum 100.
2)Rasio Penyisihan Penghapusan
Aktiva Produktif terhadap Aktiva
Produktif yang diklasifikasikan (KAP 2). Rumusnya adalah :
Produktif yang diklasifikasikan (KAP 2). Rumusnya adalah :
Penilaian rasio KAP untuk
perhitungan PPAP dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut untuk rasio 0 %
diberi nilai kredit 0 dan untuk setiap kenaikan 1 % dari 0 % nilai kredit
ditambah 1 dengan maksimum 100.
Penilaian pendekatan kuantitatif dan
kualitatif faktor kualitas asset antara lain dilakukan melalui penilaian
terhadap komponen-komponen sebagai berikut:
1)aktiva produktif yang
diklasifikasikan dibandingkan dengan total aktiva produktif;
2)debitur inti kredit di luar pihak
terkait dibandingkan dengan total kredit;
3)perkembangan aktiva produktif
bermasalah/non performing asset dibandingkan dengan aktiva produktif;
4)tingkat kecukupan pembentukan
penyisihan penghapusan aktiva produktif (PPAP);
5)kecukupan kebijakan dan prosedur
aktiva produktif;
6)sistem kaji ulang (review)
internal terhadap aktiva produktif;
7)dokumentasi aktiva produktif dan
kinerja penanganan aktiva produktif bermasalah.
3. Management (Manajemen)
Manajemen atau pengelolaan suatu
bank akan menentukan sehat tidaknya suatu bank. Mengingat hal tersebut, maka
pengelolaan suatu manajemen sebuah bank mendapatkan perhatian yang besar dalam
penilaian tingkat kesehatan suatu bank diharapkan dapat menciptakan dan
memelihara kesehatannya.
Penilaian faktor manajemen dalam
penilaian tingkat kesehatan bank umum dilakukan dengan melakukan evaluasi
terhadap pengelolaan terhadap bank yang bersangkutan. Penilaian tersebut
dilakukan dengan mempergunakan sekitar seratus kuesioner yang dikelompokkan
dalam dua kelompok besar yaitu kelompok manajemen umum dan kuesioner manajemen
risiko. Kuesioner kelompok manajemen umum selanjutnya dibagi ke dalam sub
kelompok pertanyaan yang berkaitan dengan strategi, struktur, sistem, sumber
daya manusia, kepemimpinan, budaya kerja. Sementara itu, untuk kuesioner
manajemen risiko dibagi dalam sub kelompok yang berkaitan dengan risiko
likuiditas, risiko pasar, risiko kredit, risiko operasional, risiko hukum dan
risiko pemilik dan pengurus.
Penilaian terhadap faktor manajemen
antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai
berikut:
1)manajemen umum;
2)penerapan sistem manajemen risiko;
dan
3)kepatuhan Bank terhadap ketentuan
yang berlaku serta komitmen kepada Bank Indonesia dan atau pihak lainnya.
4. Earning (Rentabilitas)
Salah satu parameter untuk mengukur
tingkat kesehatan suatu bank adalah kemampuan bank untuk memperoleh keuntungan.
Perlu diketahui bahwa apabila bank selalu mengalami kerugian dalam kegiatan
operasinya maka tentu saja lama kelamaan kerugian tersebut akan memakan
modalnya. Bank yang dalam kondisi demikian tentu saja tidak dapat dikatakan
sehat.
Penilaian didasarkan kepada
rentabilitas atau earning suatu bank yaitu melihat kemampuan suatu bank dalam
menciptakan laba. Penilaian dalam unsur ini didasarkan pada dua macam, yaitu :
1)Rasio Laba terhadap Total Assets
(ROA / Earning 1). Rumusnya adalah
Penilaian rasio earning 1 dapat
dilakukan sebagai berikut untuk rasio 0 % atau negatif diberi nilai kredit 0,
dan untuk setiap kenaikan 0,015% mulai dari 0% nilai kredit ditambah dengan
nilai maksimum 100.
2)Rasio Beban Operasional terhadap
Pendapatan Operasional (Earning 2). Rumusnya adalah:
Penilaian earning 2 dapat dilakukan
sebagai berikut untuk rasio sebesar 100% atau lebih diberi nilai kredit 0 dan
setiap penurunan sebesar 0,08% nilai kredit ditambah 1 dengan maksimum 100.
Penilaian pendekatan kuantitatif dan
kualitatif faktor rentabilitas antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap
komponen-komponen sebagai berikut :
1)Return on Assets (ROA);
2)Return on Equity (ROE);
3)Net Interest Margin (NIM);
4)Biaya Operasional dibandingkan
dengan Pendapatan Operasional (BOPO);
5)Perkembangan laba operasional;
6)Komposisi portofolio aktiva
produktif dan diversifikasi pendapatan;
7)Penerapan prinsip akuntansi dalam
pengakuan pendapatan dan biaya dan Prospek laba operasional.
5. Liquidity (Likuiditas)
Penilaian terhadap faktor likuiditas
dilakukan dengan menilai dua buah rasio, yaitu rasio Kewajiban Bersih Antar
Bank terhadap Modal Inti dan rasio Kredit terhadap Dana yang Diterima oleh
Bank. Yang dimaksud Kewajiban Bersih Antar Bank adalah selisih antara kewajiban
bank dengan tagihan kepada bank lain. Sementara itu yang termasuk Dana yang
Diterima adalah Kredit Likuiditas Bank Indonesia, Giro, Deposito, dan Tabungan
Masyarakat, Pinjaman bukan dari bank yang berjangka waktu lebih dari tiga bulan
(tidak termasuk pinjaman subordinasi), Deposito dan Pinjaman dari bank lain
yang berjangka waktu lebih dari tiga bulan, dan surat berharga yang diterbitkan
oleh bank yang berjangka waktu lebih dari tiga bulan.
Liquidity yaitu rasio untuk menilai
likuiditas bank. Penilaian likuiditas bank didasarkan atas dua maca rasio,
yaitu :
1)Rasio jumlah kewajiban bersih call money terhadap Aktiva Lancar. Rumusnya adalah :
1)Rasio jumlah kewajiban bersih call money terhadap Aktiva Lancar. Rumusnya adalah :
Penilaian likuiditas dapat dilakukan
sebagai berikut untuk rasio sebesar 100% atau lebih diberi nilai kredit 0, dan
untuk setiap penurunan sebesar 1% mulai dari nilai kredit ditambah 1 dengan
maksimum 100.
2)Rasio antara Kredit terhadap dana
yang diterima oleh bank. Rumusnya adalah :
Penilaian likuiditas 2 dapat dilakukan sebagai berikut untuk rasio 115 atau lebih diberi nilai kredit 0 dan untuk setiap penurunan 1% mulai dari rasio 115% nilai kredit ditambah 4 dengan nilai maksimum 100.
Penilaian pendekatan kuantitatif dan
kualitatif faktor likuiditas antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap
komponen-komponen sebagai berikut:
1)aktiva likuid kurang dari 1 bulan
dibandingkan dengan pasiva likuid kurang dari 1 bulan;
2)1-month maturity mismatch ratio;
3)Loan to Deposit Ratio (LDR);
4)proyeksi cash flow 3 bulan
mendatang;
5)ketergantungan pada dana antar
bank dan deposan inti;
6)kebijakan dan pengelolaan
likuiditas (assets and liabilities management/ALMA);
7)kemampuan Bank untuk memperoleh
akses kepada pasar uang, pasar modal, atau sumber-sumber pendanaan lainnya dan
stabilitas dana pihak ketiga (DPK).
6. Sensitivitas terhadap risiko
pasar (Sensitivity to Market Risk)
Penilaian pendekatan kuantitatif dan
kualitatif faktor sensitivitas terhadap risiko pasar antara lain dilakukan
melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut:
1)Modal atau cadangan yang dibentuk
untuk mengcover fluktuasi suku bunga dibandingkan dengan potential loss sebagai
akibat fluktuasi (adverse movement) suku bunga;
2)Modal atau cadangan yang dibentuk
untuk mengcover fluktuasi nilai tukar dibandingkan dengan potential loss
sebagai akibat fluktuasi (adverse movement) nilai tukar; dan
3)Kecukupan penerapan sistem
manajemen risiko pasar.
Tata Cara Penilaian Terhadap Tingkat
Kesehatan Bank Umum & Asing
A. Bank Umum
A. Bank Umum
1. Formula dan indikator pendukung
dalam rangka penilaian setiap komponen sebagaimana dimaksud dalam angka romawi
II berpedoman kepada Matriks Perhitungan/Analisis Komponen setiap factor
sebagaimana diuraikan pada Lampiran 1a, Lampiran 1b, Lampiran 1c, Lampiran 1d,
Lampiran 1e, dan Lampiran 1f Surat Edaran Bank Indonesia ini.
2. Berdasarkan formula dan indikator
pendukung setiap komponen sebagaimana dimaksud pada angka 1 dilakukan proses
analisis untuk menetapkan peringkat setiap komponen dengan berpedoman kepada
Matriks Kriteria Penetapan Peringkat Komponen sebagaimana diuraikan pada
Lampiran 2a, Lampiran 2b, Lampiran 2c, Lampiran 2d, Lampiran 2e, dan Lampiran
2f Surat Edaran Bank Indonesia ini. Dalam proses ini juga dilakukan analisis
terhadap berbagai indicator pendukung dan atau pembanding yang relevan.
3. Selanjutnya dilakukan proses
analisis untuk menetapkan peringkat setiap faktor penilaian dengan berpedoman
kepada Matriks Kriteria Penetapan Peringkat Faktor sebagaimana diuraikan pada
Lampiran 3a, Lampiran 3b, Lampiran 3c, Lampiran 3d, Lampiran 3e, dan Lampiran
3f Surat Edaran Bank Indonesia ini. Proses penetapan peringkat setiap faktor
penilaian dilaksanakan setelah mempertimbangkan unsur judgement yang didasarkan
atas materialitas dan signifikansi dari setiap komponen.
4. Berdasarkan hasil penetapan
peringkat setiap faktor penilaian sebagaimana dimaksud pada angka 3, dilakukan
proses analisis untuk menetapkan peringkat komposit Bank dengan berpedoman
kepada Matriks Kriteria Penetapan Peringkat Komposit sebagaimana diuraikan pada
Lampiran 4a Surat Edaran Bank Indonesia ini. Proses penetapan peringkat
komposit Bank dilaksanakan setelah mempertimbangkan unsur judgement yang
didasarkan atas materialitas dan signifikansi dari setiap faktor.
5. Untuk memproses penetapan
peringkat sebagaimana dimaksud pada angka 2, angka 3, dan angka 4, Bank
menggunakan kertas kerja sebagaimana diuraikan pada Lampiran 5a, Lampiran 5b,
Lampiran 5c, Lampiran 5d, Lampiran 5e, dan Lampiran 5f Surat Edaran Bank
Indonesia ini.
6. Sesuai dengan Pasal 8 ayat (1)
Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/10/PBI/2004 tanggal 12 April 2004 tentang
Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum, Bank wajib melakukan penilaian
Tingkat Kesehatan Bank secara triwulanan untuk posisi bulan Maret, Juni,
September dan Desember. Apabila diperlukan Bank Indonesia meminta hasil
penilaian Tingkat Kesehatan Bank tersebut secara berkala atau sewaktu-waktu
untuk posisi penilaian tersebut terutama untuk menguji ketepatan dan kecukupan
hasil analisis Bank. Penilaian Tingkat Kesehatan Bank dimaksud diselesaikan
selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah posisi penilaian atau dalam jangka
waktu yang ditetapkan oleh pengawas Bank terkait. Laporan hasil penilaian
Tingkat Kesehatan Bank tersebut berpedoman kepada format laporan sebagaimana
diuraikan pada Lampiran 6 Surat Edaran Bank Indonesia ini.
B. Bank Asing
1. Sesuai dengan Pasal 12 Peraturan
Bank Indonesia Nomor 6/10/PBI/2004 tanggal 12 April 2004 tentang Sistem
Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum, penilaian Tingkat Kesehatan kantor
cabang bank asing didasarkan pada faktor kualitas aset dan faktor manajemen
(Risk Management, Operational Control, Compliance, Asset Quality /ROCA), sehingga
proses penetapan peringkat setiap komponen dan faktor berpedoman kepada
Lampiran 1b, Lampiran 1c, Lampiran 2b, Lampiran 2c, Lampiran 3b, dan Lampiran
3c Surat Edaran Bank Indonesia ini. Proses penetapan peringkat setiap faktor
penilaian dilaksanakan setelah mempertimbangkan unsur judgement sebagaimana
dimaksud pada angka romawi III.3.
2. Proses penetapan peringkat
komposit kantor cabang bank asing, dilaksanakan dengan berpedoman kepada Pasal
13 Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/10/PBI/2004 tanggal 12 April 2004 tentang
Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum atau Lampiran 4b Surat Edaran Bank
Indonesia ini setelah mempertimbangkan judgement
sebagaimana dimaksud dalam angka romawi III.4.
sebagaimana dimaksud dalam angka romawi III.4.
3. Untuk memproses penetapan
peringkat sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan angka 2, kantor cabang bank
asing menggunakan kertas kerja sebagaimana diuraikan pada Lampiran 5b dan
Lampiran 5c Surat Edaran Bank Indonesia ini.
Tingkat
kesehatan bank adalah hasil penilaian kondisi Bank yang dilakukan terhadap
risiko dan kinerja Bank atau dalam pengertian lain tingkat kesehatan Bank
adalah suatu cerminan bahwa sebuah bank dapat menjalankan fungsinya dengan
baik. Penilaian tujuan kesehatan Bank adalah untuk menentukan apakah bank
tersebut dalam kondisi yang sehat, cukup sehat, kurang sehat atau tidak
sehat. Bagi bank yang sehat agar tetap mempertahankan kesehatannya,
sedangkan bank yang sakit untuk segera mengobati penyakitnya. Kesehatan bank
merupakan kepentingan semua pihak yang terkait, karena kegagalan perbankan akan
berakibat buruk terhadap perekonomian. Pihak-pihak yang berkepentingan dalam
laporan keuangan terdiri dari pihak eksternal dan pihak internal.
Bank
Indonesia menilai tingkat kesehatan bank dengan menggunakan pendekatan
kualitatif atas berbagai aspek yang berpengaruh terhadap kondisi suatu bank.
Metode atau cara penilaian tersebut kemudian dikenal dengan metode CAMELS
yaitu Capital, Asset quality, Management, Earnings, Liquidity, dan Sensitivity
to Market Risk. Kriteria sensitivity to market risk merupakan
aspek tambahan dari metode penilaian kesehatan bank yang sebelumnya, yaitu
CAMEL. Analisis CAMELS digunakan untuk menganalisis dan mengevaluasi kinerja
keuangan bank umum di Indonesia.
Komentar
Posting Komentar